Senin, 23 September 2013

Perjuangan Ayah

Bapak Tua Penjual Telur 
Gerimis ringan telah menyapu bumi ini, hawa dingin saat senja memang sering kali membuat luluh para hati pejuang. Tentu saja.
       Umurnya 55 tahun, tubuhnya kurus, matanya sayu, kulitnya legam kecoklatan, mungkin karna terlalu sering terkena sinar matahari dan debu jalanan. Maklum, Dia bukanlah seorang penaik mobil mewah ataupun pesawat terbang, tapi Dia hanyalah seorang pejuang hidup yang hanya menaiki sepeda ontel dengan gerobak kecil dibelakang sebagai tempat untuk memasak telur. Kehidupannya sederhana, sangat sederhana. Ia tak mempunyai keluaga, ia hanya seorang diri. Tinggalnya pun hanya disebuah gubuk reot beralaskan tanah yang ia dapat setelah sehari semalam berfikir bahwa mungkin kembali kekampung halaman adalah lebih baik dari pada tetap tinggal di Aceh. Barang berharganya hanyalah sepeda ontel , sisa dari keganasan air laut yang berhasil menyapu semua yang ada. Tanpa terkecuali keluarganya, yang hilang pada 26 Desember 2004 lalu.Tragedi tsunami itu memang masih belum bisa ia lupakan sampai saat ini.
        Gerimis ringan belum juga reda. Ketika adzan magrib hampir dikumandangkan. Tubuhnya yang masih letih tetap saja duduk diteras masjid seraya memandangi sepedanya yang terletak sekitar satu meter didepannya. Anak-anak kecil penduduk desa mulai berlarian sambil membawa payung untuk segera memasuki masjid, entah itu untuk mengambil shof paling depan dan kemudian berlarian diantara orang-orang yang sedang berjamaah, atau memang hanya sekedar bermain dengan teman-temannya diteras. Satu dua diantara mereka ada yang mencoba melirik gerobak kecil itu dan kemudian merengek pada ibunya masing-masing untuk membelikan telur goreng. Para ibu-ibu itupun melarang karna ini bukan waktunya jajan, melainkan ini waktunya sholat. Bapak tua itupun juga tidak memperdulikan walaupun ibu-ibu mereka melarang, toh ini bukan waktunya tawar menawar makanan, ini adalah waktunya sholat.
       Adzan mulai berkumandang, Bapak tua itu mulai beranjak dari duduknya kemudian ia berjalan semangat menuju tolit masjid. Ternyata toilet ramai. Ada beberapa orang asing yang sedang mampir di masjid besar itu. Bapak tua itu mencoba menyela beberapa orang laki-laki yang masih berdiri santai sedang memperbincangkan tentang perjalanan mereka yang masih panjang itu, karna kebetulan, masih ada satu kran yang kosong. Dengan cekatan, ia segera melepas topi lusuhnya dan tas ukuran dompet yang melingkar di perutnya, kemudian menaruhnya disela-sela tembok diatas kran yang memang sudah disediakan untuk manaruh barang sementara.
 “bismillahorrohmaanirrohiim,,,”
 Ritual wudlu dimulai. Bapak tua itu khusyu’ mensuciakn diri.
 Allohuakbar Allohuakbar……..
Tepat ketika membasuh kaki, iqomat terdengar. Bapak tua itu mempercepat basuhan dan segera menuju masjid untuk menunaikan sholat.
 * * *
         Suara lantunan sholawat di loteng masjid mulai terdengar, pertanda pengajian akan dimulai. Bapak tua itu tiba-tiba berkesiap, ia teringat sesuatu, bahwa topi dan dompet kecilnya masih tertinggal ditoilet saat ia sedang wudlu tadi.. Bapak tua itu segera beranjak dan menuju toilet.
 “innalillahi wainnailaihirooji’un..” Ucapnya lirih seraya mengambil topi lusuhnya yang tergeletak manis dengan tanpa sebuah dompet disana.
         Matanya mulai berkaca-kaca. Tangan kasarnya kemudian mengelus dada. Bapak tua itu diam sejenak ditempat.
 “mungkin itu memang bukan rizqiku..” Ucapnya berulang-ulang.
         Suara anak-anak kecil yang berlarian diluar sana berhasil menyadarkan dirinya. Bapak tua itu segera mengusap air matanya dan keluar menuju sepeda ontel yang masih terparkir didalam gerbang masjid. Ia harus segera memindahnya keluar gerbang masjid, karna itu parkiran, bukan tempat berjualan. Apalagi sebentar lagi akan ada pengajian rutinan. Belum sampai dua menit Bapak tua itu duduk ditempat biasanya ia berjualan dipinggiran jalan raya, dua anak kecil tiba-tiba menghampirinya.
 “Pak.. beli telur dua, ini uangnya duaribu..” Ucap anak kecil yang satunya seraya menyodorkan uang duaribuan, sementara yang satunya sibuk memperhatikan wajan yang digunakan untuk menggoreng. Sangat polos. 
         Setelah dua anak itu pergi, Bapak tua itu kembali duduk di batu dengan uang yang masih di tangan. “Alhamdulillah ya Alloh.. Engkau telah mengganti uangku.”
        Bapak tua itu terdiam, ia kemblai teringat pada uangnya yang hilang.
_ Tapi tak apa, rizqi kan sudah di jamin sama Alloh, Alloh tidak mungkin mengambil sesuatu yang sudah ada, melainkan menggantinya dengan yang lebih baik. Gumangnya dalam hati.
“mama… beli itu…!”
       Seorang anak kecil tiba-tiba merengek seraya menarik-narik lengan baju ibunya yang hendak memasuki masjid. Awalnya ibu muda itu menolak. Namun, karna anaknya tetap merengek hingga menangis, ibu muda itupun luluh dan menghampiri Bapak tua itu.
 “pak.. berapaan ya..?”
         Bapak tua itu segera beranjak dari duduknya dan tersenyum menghampiri pembelinya.
“berapa aja boleh buk..”
“ya udah,,, beli limaribu ya pak….!”
 “oh ya..ya,.. sebentar..”
Bapak tua itu segera menggoreng telur.
___
 “ini buk,,,,,,”
Telur sudah matang, tas plastik berwarna putih yang hendak disodorkan pada ibu muda itu tiba-tiba diambil oleh anaknya.
 “makasih pak….” Ucap anak itu polos. Ibu muda itu tersenyum mengelus-elus rambut anaknya. Kemudian menyodorkan uang limapuluhribuan kepada Bapak tua itu.
 “wah,,, maaf buk, saya gak punya kembaliannya, nih cuma ada duaribu.”
Ibu muda itu kemudian menoleh kepada anaknya yang sudah memakan telur gorang tadi.
 “memangnya sehari ini belum ada yang beli ya pak.,.?”Tanya ibu muda itu dengan hati-hati.
 “udah buk,, tapi dompet saya hilang.” Ibu muda itu sedikit kaget.
 “ah,,, telurnya gratis dah buk,,,” Ucap bapak tua itu dengan tetap tersenyum walau sebenarnya getir.
 Ibu muda itu hanya manggut-manggut.
“ini pak… kembaliaannya tidak usah, buat bapak sama keluarga bapak saja.. maaf ya pak,, hanya sedikit.”Ucap ibu muda itu kemudian pergi meninggalkan bapak tua itu karna pengajian sudah dimulai. “lho…. Buk…buk…gimana ini…???”
 Sia-sia, ibu muda itu sudah terlanjur pergi.
Bapak tua itu kemudian merunduk, dan kembali duduk di batu itu.
_ Andai saja anakku masih hidup, mungkin sekarang cucuku sudah sebesar anakmu tadi buk. Gumangnya dalam hati. By:

Minggu, 19 Mei 2013

Hidup nin penuh rintangan,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,
hanya sebuah angan yang busuk................

Aku ingin Dia

Jumat, 17 Mei 2013

sama

semua orang hidup di Dunia ini sama,,,,,,
Hanya amal yang membedakan,.